Den Haag, 12 September 2013 07:00 PM
Setelah beristirahat sejenak di kamar, saya kembali menuju lobi hotel untuk berangkat menuju KBRI Belanda bersama-sama dengan peserta konferensi yang lainnya. Agenda hari itu adalah acara pembukaan konferensi yang dihadiri semua peserta dan beberapa pengisi acara. KBRI terletak di kota Den Haag, namun karena jaraknya yang lumayan jauh, kami berangkat menggunakan bus.
Rombongan saya yang berangkat dari Holiday Inn kali ini bertambah karena ada yang baru datang. Saya berkenalan dengan Dorothy, mahasiswa S2 yang berkuliah di London dan Ibu Lilik, dosen di salah satu fakultas UNAIR. Mereka juga merupakan salah satu peserta lomba essay.
Yang menarik perhatian saya adalah, diantara rombongan saya yang akan berangkat kesana, ada Bapak Faisal Basri, tokoh politik yang terkenal akan pemikirannya yang luar biasa. Beliau merupakan salah satu pemateri di konferensi nanti. Sebenarnya, selain Pak Faisal Basri, PPI Belanda awalnya juga akan mengundang B.J. Habibie dan Roy Suryo. Namun, B.J. Habibie membatalkan untuk berangkat karena alasan kesehatan, sementara Roy Suryo membatalkan keberangkatan karena.... entahlah (begitu kata panitia).
Kami tiba di KBRI Belanda setelah perjalanan 5 menit menggunakan bus, kemudian langsung mengisi daftar hadir dan dipersilakan menunggu acara dimulai di aula KBRI.
Suasana aula KBRI menjelang acara dibuka |
Setelah acara dibuka, kemudian masuklah ke sesi makan malam bersama. Disana, saya berkenalan dengan beberapa peserta konferensi lainnya, ada Masyhadul dari UGM dan Yesaya dari Ritsumeikan University (Jepang), yang umurnya 2 tahun di bawah saya. Saya cukup lega karena menemukan orang yang hampir seumuran dengan saya.
Hiburan oleh penyanyi seriosa |
Saya berbincang-bincang dengan berbagai orang yang ada disana, menariknya adalah mayoritas para peserta konferensi (yang tentunya orang Indonesia), tidak banyak yang mengetahui Banjarmasin, terlebih universitas tempat saya berkuliah, yakni UNLAM.
Berikut ini isi salah satu dialog saya dengan beberapa peserta konferensi:
P (penanya): "Kamu kuliah dimana?"
J (Jefry) : "Di UNLAM."
P: "UNLAM itu di mana ya?"
J: "Di Banjarmasin."
P: "Oh.... Banjarmasin itu di Sulawesi kan?"
J: "......"
atau bahkan obrolan kami berakhir seperti ini:
P: "Kamu darimana?"
J: "Dari UNLAM, universitas negeri di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan." (kali ini mencoba menjawab selengkap mungkin supaya tidak terjadi kebingungan)
P: "Begitu ya." (dari gesture-nya terlihat ia clueless mengenai bahan basa-basi dengan saya karena tidak mengetahui sama sekali tentang Banjarmasin) "Si Yesaya kuliah di Jepang ya? Wah, di Jepang bagaimana?" dan percakapannya selanjutnya berlangsung lama karena sang penanya tertarik dengan kebudayaan Jepang.
atau obrolan jenis lainnya lagi seperti:
P: "Peserta essay ya mas? Essay-nya tentang apa?"
J: "Saya peserta jingle mas."
P: "Loh, ada lomba jingle ya? Disuruh tampil atau gimana?"
Saya akhirnya berusaha untuk mengenalkan mengenai kota Banjarmasin ke para peserta yang sama sekali tidak mengetahui Banjarmasin. Sepengetahuan saya, peserta konferensi di sana tidak ada yang berasal dari universitas di Kalimantan, kebanyakan dari universitas di Pulau Jawa, bahkan ada yang dari Papua.
"Jef, ini ada Ibu Nungki, Direktur Utama BNI London, ayo sini saya kenalin." ajak Anggasta di tengah acara.
Saya kemudian berkenalan dengan Ibu Nungki,beliau-lah yang memilih jingle saya menjadi juara lomba Jingle BNI London. Dan kalimat pertama dari beliau ketika bertemu dengan saya adalah:
"Loh ko cowok? Yang nyanyi lagunya perasaan cewek." tanya Ibu Nungki.
"Klo malam si Jefry ini berubah jadi cewek ko bu. Hehehe." canda Anggasta.
Saya ikut tertawa kecil dan berbincang-bincang singkat dengan Ibu Nungki, termasuk menjelaskan bahwa saya adalah produser musik jingle tersebut, sementara yang menyanyikannya adalah teman saya, sebelum beliau berpikir saya adalah lelaki yang bersuara wanita. (Nasib orang di belakang layar)
Dengan Ibu Nungki |
Setelah menghabiskan makan malam dan berbincang kesana-kemari, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, saya bersama dengan rombongan kembali ke hotel menggunakan bus. Di tengah menunggu bus, saya dan beberapa mahasiswa berbincang singkat dengan Pak Faisal Basri. Beliau sangat senang bertukar pikiran ke mahasiswa, bahkan beliau mau mengcopy-kan materi-materi powerpoint dan bahan bacaannya ke kami jika ingin tau lebih banyak hal tentang materi yang beliau punya. Beliau juga menasehati kami secara singkat mengenai figur capres Indonesia.
"Jika ingin Indonesia maju, maka negara ini harus dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas." kurang lebih seperti itu ucapan beliau kepada kami. Beliau mengingatkan ke kami untuk tidak memilih presiden yang memiliki track record yang jelek (bahkan beliau dengan terang-terangan menyebut beberapa nama).
Selang 15 menit menunggu, bus sudah datang. Kami semua masuk bus dan beranjak pulang menuju hotel. Hari sudah semakin malam saat saya tiba di hotel. Saya langsung memilih untuk tidur karena keesokan harinya harus bangun pagi untuk bersiap-siap mengikuti konferensi.
2 Comments
Part 5 nya mana jef? Penasaran cerita lanjutannya.. hehe
BalasHapusSabar, lagi di ketik dulu. :D
HapusPosting Komentar