Den Haag, 13 September 2013 06.00 AM


Saya sudah terbangun dengan sangat segar. Jika biasanya di Banjarmasin saya tidur pada pukul 1 atau 2 malam dan bangun jam 8 pagi, maka disini jam tidur saya menjadi cukup teratur. Selisih waktu 7 jam antara Belanda dan Banjarmasin membuat jam malam saya menjadi baik. Tidur pada jam 10 malam dan bangun jam 6 pagi. Problem saya selama tidur di Belanda adalah suhu yang sangat dingin, sehingga saya tidak menyalakan AC kamar dan tidur menggunakan jaket, celana long john, dan kaus kaki tebal.

Dresscode hari itu: jas

Setelah bersiap-siap dan mengenakan dresscode untuk acara hari itu, saya beranjak ke lantai utama untuk menyantap sarapan. Suasana hotel masih sangat sepi, hanya ada 2 orang yang juga sedang sarapan di tempat tersebut. Pada hari sebelumnya kami sudah berjanji dengan panitia untuk berangkat bersama ke tempat konferensi pada pukul setengah 8 pagi.

Sarapan hotel di Belanda tentunya sangat berbeda dengan sarapan di hotel-hotel Indonesia. Jika di Indonesia sarapannya akan dihiasi dengan pilihan nasi dan nasi goreng, maka pilihan makanan sarapan di Belanda akan dihiasi oleh roti dan cereal. Tanpa nasi.

Sarapan pagi saya
Setelah menyantap sarapan, saya menunggu peserta yang lain di lobi hotel. Beberapa saat kemudian, Ibu Lilik turun dan menyapa saya disusul dengan peserta-peserta yang lainnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi lebih, Tasya dan temannya sesama panitia acara datang dan meminta maaf terlambat menjemput kami karena kereta yang ditumpanginya rusak.

Ada yang berpatroli di depan hotel

Acara konferensi akan dilaksanakan di Universitas Erasmus yang jaraknya tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Dipandu oleh rekan-rekan panitia, kami berjalan bersama menuju tempat konferensi tersebut.

Di perjalanan menuju Universitas Erasmus
Perjalanan menuju tempat konferensi menjadi tidak terasa karena saya sibuk memperhatikan bangunan dan lingkungan sekitar yang sangat indah. Sayangnya saya masih belum menemukan pasangan "gila foto" yang bisa membantu saya mengabadikan momen-momen tersebut.

Saya melakukan registrasi sebelum acara dimulai dan mendapatkan seminar kit juga buku mengenai konferensi tersebut. Acara konferensi sendiri akan dilakukan di ruang auditorium Universitas Eramus.

Isi di salah satu halaman buku tersebut

Suasana di auditorium Universitas Erasmus

Saya bertemu dengan Yesaya yang sedang duduk sendirian di barisan belakang. Saya menyapanya dan duduk di sebelahnya. Selang 15 menit kemudian, Masyhadul datang dan duduk di samping saya. Hari itu diisi dengan materi konferensi yang disampaikan oleh pakarnya masing-masing. Tidak banyak yang bisa saya pahami dari materi yang disampaikan, karena materi tersebut banyak membahas masalah ekonomi, sedangkan basic saya adalah dibidang kedokteran. Ibaratnya, hal ini seperti anak ekonomi yang terjebak di konferensi Internasional yang membahas ilmu kedokteran secara mendalam.

Ada satu pembicara yang menarik perhatian saya hari itu, yakni Pak Faisal Basri. Beliau memberikan materi mengenai bagaimana seharusnya lautan di Indonesia bukan menjadi pemisah bangsa, melainkan menjadi penghubung antar pulau yang mempersatukan bangsa dengan pembawaan yang santai dan berwibawa. Ajaibnya saya mengerti mengenai materi yang beliau sampaikan pada hari itu.

Setelah sesi tanya jawab dengan pemateri, acara dilanjutkan dengan makan siang. Semua peserta menuju atrium untuk makan siang bersama.

Suasana makan siang di atrium


Makanan siang itu

Langit-langit di atrium






Setelah makan siang, acara dilanjutkan dengan break untuk melaksanakan shalat jum'at. Shalat jum'at dilaksanakan di salah satu ruangan kampus. Khotbah jum'at dilakukan oleh salah seorang panitia PPI Belanda. Ia menyampaikan khotbah jum'atnya menggunakan bahasa Indonesia.

"Ini shalat jum'at pertama yang saya mengerti ceramahnya selama berkuliah di sini." celetuk salah seorang mahasiswa Belanda di sebelah saya. "Biasanya, mesjid di sini penceramahnya menggunakan bahasa turki."

Pengkhotbah menyampaikan materi yang salah satu intinya menentang pernikahan sesama jenis (gay). Uniknya adalah, saat malamnya saya kembali shalat di ruangan tersebut, saya baru menyadari ada bendera bercorak pelangi sangat besar bertuliskan "PEACE" yang terpasang di salah satu sudut ruangan tersebut.

Benderanya seperti ini, ditambah tulisan "PEACE" di tengahnya. Sumber gambar http://dalerominger.squarespace.com
FYI, (sepengetahuan saya) bendera gambar pelangi tersebut adalah simbol gay. Sehingga apabila ada rumah atau cafe yang memasang bendera tersebut di depannya, berarti ada penghuninya di sana yang melakukan pernikahan sesama jenis.

Selesai melaksanakan shalat jum'at, acara dilanjutkan dengan presentasi sebagian peserta essay dan paper. Presentasi tersebut disebar ke seluruh ruangan kelas yang ada di kampus tersebut. Saya menghabiskan waktus sejenak berputar-putar di kampus sebelum masuk ke salah satu ruangan presentasi. Kampus tersebut bentuknya seperti setting kampus di film-film hollywood yang sering saya tonton. Di setiap sudut dinding dekat tangga ditempeli dengan semacam gambar-gambar yang berisikan ajakan untuk peduli terhadap kemanusiaan, seperti foto anak-anak di Afrika dan lainnya. 

Saya memasuki salah satu ruangan kelas untuk menonton presentasi. Ruangan kelas tersebut tidak terlalu besar. Seorang wanita sedang sibuk berpresentasi di depan ruangan. Slide-nya berlatarkan warna putih polos dan isinya penuh dengan tulisan-tulisan yang sangat panjang. Sang presenter berpresentasi dengan membaca persis semua isi slide berbahasa inggris itu. Setelah lebih dari 10 menit berpresentasi, moderator memotong sang presenter karena melebihi batas waktu untuk presentasi.

Moderator kemudian mempersilahkan salah seorang tim penilai untuk bertanya. Seorang berparas gelap dan gemuk yang sepertinya merupakan penduduk asli Belanda bertanya kepada presenter.

"You can answer in Indonesia if you want. I can understand." ucapnya diakhir pertanyaan. Dan benar saja, sang presenter yang awalnya membalas dengan bahasa Inggris secara terbata-bata akhirnya memilih untuk melanjutkan jawabannya dengan bahasa Indonesia.

Suasana ruangan tempat presentasi Essay

Setelah 3 orang lagi yang presentasi, acara dilanjutkan dengan break sejenak sebelum dilanjutkan dengan sesi konferensi lainnya di ruangan auditorium kampus. Setelah sesi pemateri selesai, sesi berikutnya dilanjutkan dengan diskusi bersama pihak BNI London selaku sponsor resmi acara tersebut.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, kantuk mulai menyerang saya yang sejak pagi duduk memperhatikan acara. Beberapa peserta memilih untuk meninggalkan ruangan karena memang acara tersebut tidak diwajibkan untuk diikuti. Saya yang merupakan salah satu pemenang lomba BNI tentunya tidak enak jika meninggalkan acara tersebut.

Ibu Nungki dan perwakilan BNI London lainnya memberikan materi mengenai BNI dan keunggulan-keunggulannya. Kali ini pembicara menggunakan full bahasa Indonesia setelah sesi-sesi sebelumnya yang selalu menggunakan bahasa Inggris.

"Jadi, lomba-lomba yang kami laksanakan ini penilaiannya menggunakan blind review. Bahkan ada salah satu pemenang lombanya yang berasal dari Banjarmasin." tukas Ibu Nungki. Para peserta tampak bingung, mungkin sebagian dari mereka tidak mengetahui keberadaan Banjarmasin.

Setelah hampir 1 jam lebih sesi diskusi bersama BNI London, acara akhirnya selesai. Saya pulang berjalan ke hotel bersama dengan Bu Lilik, Dorothy, dan Rini. Kami menyempatkan berfoto-foto terlebih dahulu di jalan pulang.

Dengan Rini