Den Haag, Erasmus University, 14 September 2013 02:00 PM

 

Saya teringat akan titipan yang dititipkan oleh Bu Anis ketika di UNLAM sebelum berangkat ke Belanda. Beliau menitipkan saya kenang-kenangan untuk diserahkan ke pihak PPI Belanda. Dibantu oleh Anggasta, saya dipertemukan oleh ketua PPI Belanda untuk menyerahkan kenang-kenangan tersebut.

Bersama ketua PPI Belanda

Setelah memberikan kenang-kenangan, saya memasuki ruangan presentasi tempat Masyhadul dan Yesaya akan berpresentasi. Masyhadul maju terlebih dahulu untuk berpresentasi dilanjutkan oleh Yesaya. Presentasi mereka berdua sangat bagus dan fasih. Mendengarkan aksen bahasa Inggris Masyhadul mengingatkan saya saat menonton film Harry Potter.

"Selamat ya sudah presentasi. Bagus loh." ucap saya ketika Masyhadul duduk di samping. "Kamu belajar bahasa Inggris darimana?"

"Belajar sendiri aja sih. Sama sering-sering bicara bahasa Inggris, kebetulan di Indonesia saya berteman dengan orang-orang turki." jawabnya. Terbukti, ilmu itu bisa karena terbiasa.

Setelah melihat mereka berpresentasi dengan menggebu-gebu dan bersamangat, giliran selanjutnya ada seorang lelaki berkaca mata yang berumur sekitar 30-an dari universitas di Australia. I Made Andi Arsana, nama yang tertulis di slidenya. Di awal presentasi, beliau melemparkan sebuah joke mengenai kampusnya di Australia yang bagus dan sering digunakan sebagai latar foto pre-wedding lengkap dengan fotonya di slide pembukaan. Penonton tertawa terbahak-bahak di awal presentasinya.

Ia membawakan materi presentasinya dengan sangat tenang dan lancar. Seluruh penonton di dalam ruangan seolah terhipnotis untuk fokus memperhatikan. Jika saat beberapa peserta sebelumnya ada beberapa orang yang tidak fokus memperhatikan, maka saat beliau berpresentasi semua orang mendadak berubah menjadi fokus. Presentasi beliau berkaitan dengan inovasi software yang memberikan info mengenai tempat-tempat dan kebudayaan di Indonesia secara interaktif.

Semua peserta di masing-masing ruangan sudah selesai berpresentasi. Acara di lanjutkan dengan coffee break sebelum dilanjutakan dengan presentasi sesi terakhir. Saya dipanggil oleh salah seorang panitia PPI Belanda untuk melakukan wawancara video mengenai pesan dan kesan acara. Karena saya sudah diberikan beberapa point mengenai isi wawancara, saya tidak begitu mengalami kesulitan.

Den Haag, Erasmus University, 14 September 2013 06:30 PM

 

Setelah rangkaian acara sesi presentasi terakhir disambung dengan panel diskusi di auditorium selesai, akhirnya tibalah acara penutupan ICID 2013 di atrium. Kali ini suasana menjadi lebih formal. Didepan disediakan semacam tempat untuk panggung yang dihiasi gamelan dan piano, sementara kursi penonton dibagi menjadi dua sisi yang menyisakan sebuah jalan untuk dilalui di tengahnya.

Hiburan kebudayaan Indonesia

"Kamu nanti maju ya ngasih pidato? Sini kamera kamu mana, biar saya fotokan." pinta Ibu Lilik yang duduk di sebelah saya. Saya bersyukur sudah ber-simbiosis mutualisme dengan beliau, karena beliau mau mengajukan diri untuk memfoto saya nanti.
 
Sebuah kertas kecil yang berisi materi pidato telah saya siapkan di tangan. Saya takut jika lupa dengan isi pidato yang akan saya sampaikan, oleh karena itu saya berjaga-jaga dengan menyiapkan contekkan.

Sepasang MC berpakaian tradisional ala Indonesia maju ke panggung, diikuti dengan sepasang pembawa trophy yang juga berpakaian tradisional. Setelah berbasa-basi sedikit untuk membuka acara, para penonton perhatiannya dialihkan ke proyektor yang terletak di samping panggung. Sebuah tulisan yang dikemas dalam bentuk movie ditayangkan.

"THE WINNER OF THE BNI LONDON JINGLE COMPETITION HAS BEEN CHOSEN"

"3rd winner: “Jingle Of BNI London” by Erwin Suryajaya (Reds Project), Institut Seni Indonesia Yogyakarta"

"2nd winner: “Jingle BNI London” by Z. Sindy Ernawati, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta"

"And..."
"1st winner: “JEF World” by Jefry Albari Tribowo, Universitas Lambung Mangkurat"

Tulisan di proyektor kemudian terhenti dan terdengar suara gamelan bali yang mengalun di speaker panggung disusul dengan suara bunyi beat drum digital. "Eaaaaaa eoooooo Wakkkk", suara paduan suara yang sudah tidak asing lagi bagi saya, yaitu suara teman-teman di Banjarmasin lengkap dengan suara mengganggu Adit yang membuat saya selalu teringat proses pembuatan suara. Dan terakhir, suara lembut seorang wanita yang menjadi salah satu kunci kemenangan berkumandang di seisi ruangan atrium. Ah, andai saja mereka semua ada di sini sekarang.

Saya berjalan di karpet merah yang diletakkan di tengah-tengah kursi penonton untuk menuju ke panggung. MC kemudian menyerahkan trophy dan mempersilahkan saya untuk menyampaikan sedikit pidato kemenangan. Suara musik dimatikan, dan kini fokus perhatian seisi atrium menuju ke saya yang berdiri di hadapan mereka. Puluhan flash kamera para fotografer yang duduk di depan menyilaukan pandangan saya. Tiba-tiba keringat dingin mulai menetes dari dahi karena dihantui oleh rasa gugup.

Saat menerima trophy

 "Good night ladies and gentleman." ucap saya yang dibalas oleh penonton. Saya melihat kembali tangan saya yang memegang piala, dan di salah satu sudut telapak tangan saya ada kertas contekkan yang telah saya buat sebelumnya. Saya menaruh kertas itu dibawah piala. Saya merubah pikiran saya tepat di atas panggung. Saya akan berpidato tanpa bantuan contekkan. Saya tidak ingin merusak momen penting ini. Saya ingin kepala saya menghadap ke depan ketika memberikan pidato.

Memberi pidato

"First, let me introduce myself. My name is Jefry Albari Tribowo. I'm from Lambung Mangkurat University in South Kalimantan, and I'm a medical student. So actually, I didn't have any basic on music. But, the reason why I'd like to compete in the jingle competition is.... because I love music and music is my passion."

Suara gemuruh tepuk tangan dari penonton tiba-tiba membahana setelah saya menyampaikan hal tersebut.

"The reason why I put some Indonesian instrument such as gamelan and angklung, is because I want the listener in London could feel the nuance of Indonesian music. I also mix it with a modern beat to make peoples there could enjoy the jingle."

"I think that's all I can say. Thank you. It's an honor to stand here. Good night!" tutup saya setelah beberapa kalimat selanjutnya. Saya dipersilahkan untuk meninggalkan panggung lewat samping.

"What a powerful speech! Good job!" puji salah seorang yang berada di samping panggung.

"Thank you." saya menyalaminya dan berjalan menuju tempat duduk saya semula.

Setelah pengumuman lomba Jingle, ada pengumuman lomba Video Competition yang dimenangkan oleh Ryvo, mahasiswa Indonesia di Belanda yang juga panitia PPI Belanda. Pengumuman selanjutnya, adalah pemenang lomba paper. Juara 1 paper dimenangkan oleh Pak Edo dari Oxford University yang sempat saya lihat presentasinya di siang hari sebelumnya. 

Pengumuman terakhir adalah pemenang lomba essay. Juara 2 dimenangkan oleh Pak I Made Andi Arsana, yang menurut saya sangat wajar dimenangkan oleh beliau. Materinya bagus dan tekhnik berpresentasinya yang sangat baik sehingga membuat orang awam seperti saya mengerti. Sementara untuk juara 1 essay dimenangkan oleh..... Yoga, seseorang yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Namun sayang, ia sudah pergi meninggalkan acara untuk presentasi di negara lain, sehingga pidato pemenang essay diwakilkan oleh Pak Made Andi.

Masyhadul dan Yesaya mengucapkan selamat ke saya. Saya juga mengucapkan rasa salut saya kepada mereka selaku peserta termuda, yang secara tidak langsung telah memberi saya (yang lebih tua) motivasi untuk terus belajar lebih giat. Saya sangat yakin melihat dari potensinya, 10 tahun yang akan datang mereka berdua akan berdiri di panggung sebagai jawara.

Kanan saya: Pak Made Andi; Kiri saya: Ryvo; Kiri kedua dari saya: Pak Edo


Sejenak, saya duduk termenung di kursi penonton. Saya sempat berpikir bahwa titik ini adalah titik tertinggi dalam hidup saya. Namun, setelah saya pikirkan kembali, pemikiran saya ternyata salah besar. Titik ini bukanlah titik tertinggi dalam hidup saya. Saya masih ingin berkarya dan berkompetisi untuk menggapai titik yang lebih tinggi lagi dari ini.

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, saya yang hanya seorang mahasiswa kedokteran biasa merangkap 'paman studio' bisa meraih prestasi ini. Tapi saya sadar, bahwa seorang pemenang adalah seseorang yang terus berusaha melawan kegagalan. Saya sudah melalui banyak sekali fase kegagalan sebelumnya. Bahkan setelah kompetisi ini, saya akan tetap menghadapi berbagai kegagalan. Karena saya percaya kegagalan adalah bagian dari keberhasilan.

Hidup adalah kompetisi. Kompetisi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Kita bisa saja sudah merasa memenangi kompetisi itu, di saat orang lain terus berkompetisi tanpa pernah merasa memenangi kompetisi tersebut.

Bu Lilik menyadarkan saya dari lamunan, dan mengajak saya untuk pulang bersama karena acara telah selesai. Bersama dengan Rini dan Dorothy, kami berjalan pulang diiringi hujan rintik romantis di malam itu. Malam yang akan saya kenang seumur hidup saya.