Antara Koass dan Musik
Pukul 7 pagi di RS Ulin dan saya datang dengan mata seperti digantungi beban seberat 10 kg. Setibanya di bangsal mata dan THT saya langsung menuju kamar DM untuk........ kembali tidur. Di hari sebelumnya, saya sempat tertidur ketika menunggu dokter visit di kursi ruangan bangsal sebelum akhirnya seorang cleaning service membangunkan saya. Sebenarnya saya mengantuk bukan karena kegiatan koass saat itu, karena memang stase ini tidak banyak mengurangi jam tidur, hanya saja kegiatan saya mengikuti berbagai lomba musik yang membuat saya keteteran.
Kira-kira beginilah siklus hidup saya selama beberapa minggu: pagi mengabdi di RS - siang sampai sore mengerjakan tugas koass - malam mengerjakan musik. Proses mengerjakan musik itu sendiri cukup banyak menguras waktu dan pikiran. Tak jarang saya baru dapat tidur pukul 2 malam dan harus bangun pukul setengah 6 pagi untuk berangkat ke rumah sakit. Yang paling melelahkan tentunya adalah pikiran, setelah pagi sampai siang otak saya dipakai untuk belajar segala hal mengenai medis, malamnya saya kembali memaksa otak saya untuk mengerjakan lagu.
"Kamu lagi koass stase minor ko ngantuk mulu sih?" tanya teman saya yang keheranan melihat saya terkapar lemas di ruangan koass.
Kelakuan saya setiap pagi |
Minggu itu terasa cukup berat bagi saya karena dikejar deadline tugas koass dan deadline 2 lomba cipta lagu. Akhirnya setelah perjuangan yang cukup melelahkan, total 4 lagu telah dibuat dan dikirim ke-2 event berbeda. Tiga lagu untuk event lomba cipta lagu RRI Kalimantan Selatan, dan 1 lagu untuk lomba cipta lagu nasional.
Materi lagu yang saya kirim untuk lomba cipta lagu RRI Kalsel menggunakan berbagai pendekatan di setiap lagu. Berhubung setiap lagu yang dikirim harus menggunakan penyanyi yang berbeda, maka saya mengontak Niluh, Fajar, dan Saldy untuk menyanyikan lagu tersebut.
Salah satu lagu yang menjadi favorit saya adalah lagu "Gimme' More Love" yang kemudian dinyanyikan Fajar. Sejak dulu saya berniat untuk membuat lagu dengan nuansa Ed Sheeran yang sangat kental dan kebetulan Eben menyanggupi untuk membuat nadanya. Lirik lagu tersebut ditulis oleh Saldy, karena memang awalnya ia yang akan menyanyikan lagu tersebut, namun karena berbagai hal akhirnya Fajar-lah yang menggantikan. Untuk aransemen musik saya banyak terinspirasi dari lagu "Lego House" Ed Sheeran.
Bersama Fajar dan Niluh (bawah) |
Saldy take vokal sendiri, jadi operator sendiri karena saya besoknya harus mengumpul tugas sehingga tidak bisa membantu. |
Berikut ini hasil dari 2 lagu tersebut:
Beberapa minggu setelah pengumpulan lagu, kami dikontak oleh panitia RRI Kalsel yang menyatakan lagu kami terpilih menjadi juara. Lagu "Gimme More Love" yang dinyanyikan Fajar menjadi juara 2, sedangkan lagu "Satu Pohon Sejuta Harapan" yang dinyanyikan Niluh menjadi juara 3. Namun sayang, lagu ciptaan kami yang dinyanyikan Saldy gagal masuk ke 3 besar.
Bersama Pak Dino Sirajuddin salah satu juri lomba cipta lagu |
Oiya, di atas tadi saya menyebutkan ada 4 lagu yang saya buat, di mana 3 lagu tersebut untuk mengikuti lomba cipta lagu RRI, nah, bagaimana dengan nasib lagu yang 1 lagi? Ceritanya ada di bawah.
Satukan Nusantara
Apa jadinya jika berbagai instrumen etnik di Indonesia digabungkan menjadi sebuah lagu yang bertema persatuan Indonesia? Itu yang saya pikirkan ketika membaca mengenai lomba cipta lagu Ekaturida Nusantara yang digelar oleh salah satu EO di Bali pada bulan November.
Akhirnya setelah proses penciptaan lagu yang memakan sekitar 1 bulan sejak pertengahan September, lagu tersebut akhirnya selesai dikerjakan dan kami beri judul "Satukan Nusantara". Lagu tersebut menceritakan tentang semangat persatuan bangsa Indonesia, dan dari segi musik saya membuat berbagai instrument etnik seperti: gamelan bali, panting, angklung, dan kendang. Di bagian nada lagu sendiri kami banyak terinspirasi dari lagu-lagu Nidji karena kami ingin mengambil energic-nya lagu Nidji.
Untuk bagian vokal, seperti biasa kami mempercayakan sepenuhnya kepada Niluh, dan memang hasilnya tidak pernah mengecewakan kami sedikitpun. Setelah melalui proses editing, mixing, dan mastering akhirnya lagu tersebut siap untuk dikumpulkan. Saya kemudian mengirimkan lagu tersebut menggunakan pos ke alamat kantor panita. Entah mengapa di era digital sekarang beberapa panitia lomba banyak yang meminta proses pengumpulan karya menggunakan pos, padahal risiko rusaknya CD karena pengiriman sangat besar.
Berikut ini hasil akhir dari lagu tersebut:
Pada pertengahan bulan Oktober saya mendapatkan e-mail oleh panitia yang menyatakan lagu saya terpilih menjadi pemenang lomba cipta lagu tersebut dan diundang untuk menghadiri acara yang akan diselenggarakan di Denpasar. Tanpa pikir panjang, kami langsung menyiapkan segala persiapan untuk berangkat. Pada saat itu, saya sedang koass di bagian anestesi, dan untungnya saya mendapatkan izin untuk berangkat.
Pada hari sabtu tanggal 24 Oktober saya dan Eben berangkat ke Bali. Setibanya di Bali saya dikabari oleh panitia akan dijemput oleh seorang supir yang kemudian kami juluki dia Pak Ocak (karena postur wajahnya yang kocak).
"Pak, saya sudah di terminal kedatangan. Bapak di mana?" tanya saya via telpon ke Pak Ocak
"Oh, sudah sampai ya? Mas datang aja ke tempat parkiran mobil. Saya di dekat Soloria?"
"Hah? Dekat apa? So...soloria ya Pak?" tanya saya setengah tidak yakin dengan yang saya dengar. Yang saya tau adalah rumah makan Solaria bukan Soloria.
"Iya, Soloria. Cari aja, mas."
Oke, jadi sepertinya ada rumah makan bernama Soloria di Bali. Kami pun berjalan ke arah luar sambil sesekali bertanya ke petugas bandara.
"Pak, rumah makan Soloria di mana, ya?"
"Soloria?"
"Iya, Soloria."
"Solaria kali mas! Mana ada rumah makan Soloria. Mas-nya darimana?"
"Dari Banjarmasin."
"Oh...."
Nampaknya citra kota Banjarmasin menjadi rusak gara-gara saya. Kami coba berjalan ke sana kemari tapi masih belum bisa menemukan di mana Solaria, sampai tiba-tiba Pak Ocak menelpon saya.
"Mas-nya di mana?"
"Saya di deket alfamart ini, pak. Lewat mana lagi sih ini?"
"Lah ko, ke alfamart? Bukan lewat sana. Mas coba balik lagi tanya aja Soloria di mana."
"Sola....Duh, lupakan" saya menjadi sangat keheranan. Pak Ocak ini sungguh cerminan supir masa kini. Bukannya menjemput tamu di dekat terminal kedatangan, tapi menyuruh tamu yang mencari ia seakan-akan tamu tersebut sudah hapal dengan Bali. Greget.
Akhirnya setelah perjuangan panjang saya berhasil bertemu Pak Ocak. Kami kemudian di bawa menuju Fave Hotel Tohpati untuk beristirahat sejenak sebelum malamnya menuju tempat acara. Sebenarnya saya ingin berjalan-jalan terlebih dahulu, akan tetapi keadaan tidak memungkinkan. Kami sangat kelelahan karena harus melakukan 2 penerbangan, sementara waktu acara nanti malam cukup mepet.
Demi kemanan bersama wajah Pak Ocak akan saya kaburkan |
Intip-intip |
Pukul 8 malam kami berangkat menuju Art Center tempat pagelaran acara akan dilaksanakan. Di luar dugaan kami, tempat tersebut sangat mewah. Ada semacam pelataran yang sangat luas sebelum masuk ke aula pertunjukan. "Satukan jiwa.... Pancasila...." Sayup-sayup di balik bunyi keramaian ada lagu dari kami diputar dari speaker.
Bagian dalam aula pertunjukkan ternyata sangat bagus. Akustik ruangan sangat di-treatment dengan baik. MC mengucapkan selamat datang ke para undangan, yang ternyata ada para cagub-cawagub Bali datang ke acara ini. Nampaknya ini acara yang cukup besar.
Acara dibuka dengan penampilan Bona Alit memainkan alat musik (yang saya lupa namanya) dengan sangat indah. Selanjutnya dilanjutkan semacam pertunjukkan seni tari dan musik. Penampilan musik tersebut diiringi bergantian oleh band atau orkes gamelan yang dipimpin Bona Alit. Saya sudah tidak sabar untuk menunggu giliran lagu saya dibawakan oleh siapa.
Tiba-tiba sejenak lampu dimatikan dan orkes gamelan memainkan beat yang percusive, kemudian disusul oleh bunyi string dengan pattern yang sangat khas. Dan benar saja, giliran lagu saya yang dibawakan oleh orkes gamelan Bona Alit. Penyanyi yang menyanyikan lagu ciptaan saya adalah Eba Ayu. Saya cukup takjub karena beberapa bagian musik buatan saya diwujudkan dengan sangat nyata, di antaranya: suara eeeaaa eeoooo yang menjadi backing vokal dan angklung. Di lagu-lagu lain angklung tersebut tidak pernah dipakai, kecuali ketika lagu saya.
Acara ditutup dengan sesi terakhir yakni pembicara Dr. Arkand dengan gagasannya untuk mengubah nama Indonesia menjadi Nusantara lengkap dengan analisis dan penjelasannya. Setelah acara resmi selesai, saya dan Eben langsung ke belakang panggung untuk menemui Mba Eba yang menyanyikan lagu saya, tentunya untuk mengucapkan terima kasih.
Foto duo teroris terpajang di panggung |
Menerima penghargaan sebagai pemenang lomba cipta lagu |
Eba Ayu (tengah) |
Kami kemudian menghabiskan waktu malam bersantai sejenak di daerah kuta. Ah, pantai.... ingin sekali saya menikmati indahnya pantai di Bali, namun hari sudah sangat malam sehingga tidak bisa terlihat apa-apa.
"Besok pagi penerbangan pukul 11, kalau saya bangun subuh maka akan sempat untuk mampir ke pantai sebelum pulang." pikirku saat itu.
Dengan semangat 45, saya bangun pagi hari pukul setengah 6 meskipun baru tertidur pukul 2 malam. Saya membangunkan Eben dan bergegas untuk sarapan dan check out. Saya sangat tidak sabar untuk bisa menikmati keindahan pantai di Bali. Pukul 7 kurang kami sudah menunggu Pak Ocak di lobi hotel yang di malam sebelumnya sudah saya minta untuk jemput kami pukul 7 pagi.
15 menit berlalu.... Belum ada tanda-tanda kedatangan Pak Ocak.
30 menit berlalu..... Pak Ocak masih belum menunjukkan batang hidungnya. Saya berulang kali menelpon dan meng-SMS nomor HP-nya namun tidak ada respon sama sekali. Saya mulai panik dan menelpon panitia .
"Maaf Mas, ini Pak Ocak baru balas SMS saya. Katanya baru bangun tidur, ini sekarang sudah di jalan menuju ke sana, mas." kata panitia yang saya telepon. Saya agak heran, kenapa SMS panitia dibalas sedangkan SMS saya tidak oleh Pak Ocak. Saya pun kembali bersabar menunggu kedatangan Pak Ocak. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.45 saat itu, masih sempat lah buat sebentaaaar saja singgah ke pantai.
30 menit lainnya kembali berlalu..... Pak Ocak, di manakah engkau?
60 menit berlalu sejak Pak Ocak meng-SMS panitia bahwa ia di jalan menjemput saya. Bayangan saya akan pantai buyar sudah. Tidak akan sempat mengunjungi pantai. Kesal? Pastinya, saya sudah rela memotong waktu istirahat agar bisa melihat pantai, namun nyatanya yang saya dapatkan sekarang hanya menunggu Pak Ocak yang tak kunjung datang.
Tiba-tiba telepon saya berbunyi, panitia acara menelpon saya
"Mas, maaf ya sekali lagi. Ini Pak Ocak-nya ternyata tidak bisa menjemput karena suatu hal. Jadi mas naik taksi saja ya ke Bandara, nanti uangnya akan kami refund, ko."
"......" good job Pak Ocak. Good job. :')
Akhirnya kami pulang menggunakan taksi. Saat itu pukul 09.00, kurang sejam dari jam keberangkatan. Saya sudah pasrah jika ternyata ketinggalan pesawat karena ulah Pak Ocak. Oh, Pak Ocak, you just made my day.
Untungnya kami sampai tepat waktu kira-kira 15 menit sebelum keberangkatan dan dapat pulang dengan selamat. Pantai? Ah, semoga lain waktu saya bisa menghabiskan waktu bersantai di pantai Bali. Mungkin sekarang memang belum berjodoh.
2 Comments
Jauh lebih bagus Ni Luh Nyanyiin Satukan Nusantara-nya ya. Yang rekaman juga menurutku lebih bagus. Yang lagu yang direkam Saldy kok gak dipasang?
BalasHapusHalo dokter Alfi :D
HapusHehe gitu deh, dok.
Lagu Saldy gak dipasang soalnya belum puas sama hasilnya, mau direvisi dulu eh HD komputernya ke-format.
Posting Komentar