Saya terlahir dari seorang Bapak yang berprofesi sebagai dokter. Sejak kecil hingga SMA Saya didorong untuk menjadi seorang dokter seperti Beliau. Berhubung Saya tidak memiliki minat di bidang perkuliahan lain, akhirnya Saya memilih berkuliah di FK ULM seperti yang kedua orang tua Saya rekomendasikan. Selama menjalani kuliah, Bapak selalu mendukung Saya dengan sepenuh hati. Di tengah kesibukan Beliau pulang pergi ke Rumah Sakit, Bapak kerap menyediakan waktu untuk mengantar jemput Saya ketika masih menjalani perkuliahan di Banjarbaru, meskipun hal tersebut akan mengurangi jam istirahat Beliau.
Waktu terus bergulir. Tiga setengah tahun kemudian Saya meraih gelar sarjana kedokteran dan melanjutkan ke fase koas di RSUD Ulin yang merupakan pusat pendidikan tempat Saya kuliah sekaligus tempat Bapak mengabdi selama kurang lebih empat belas tahun. Pada tahun kedua koas, Saya masuk ke stase obsgyn, bagian tempat bapak saya mendedikasikan ilmu sebagai ahli obstetri ginekologi. Jika sebelumnya Saya hanya menyaksikan Beliau pergi bekerja, kali ini Saya melihat langsung Beliau di lingkungan kerja: pekerja keras, disipilin, tegas, dan ikhlas. Saya menyaksikan sendiri bagaimana Bapak segera beranjak dari meja kerja tanpa tedeng aling-aling ketika dimintai tolong oleh bidan untuk membantu proses persalinan yang mengalami komplikasi, sekalipun saat itu bukan jam kerja Beliau. “Bapakmu seperti itu. Biarpun sudah senior, tapi selalu mau dimintai tolong walaupun bukan jam kerjanya.” ucap Bu Endang, bidan senior yang sudah lama bekerja dengan Bapak.
Bapak sendiri terkenal sangat keras dan pemarah sebagai pendidik. Akan tetapi bukan tanpa alasan yang jelas. Beliau akan naik pitam bila ada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemauannya. Hal yang sangat wajar jika mengingat pekerjaannya menyangkut dua nyawa, ibu dan sang janin. Di balik sifat kerasnya tersebut, Beliau memiliki niat yang sangat baik. Bapak selalu berbagi ilmu tanpa pelit sedikitpun kepada anak didiknya. Bahkan ilmu yang tidak pernah Saya dapatkan di guru yang lain sebelumnya.
Setelah 10 minggu menimba ilmu di bagian obsgyn, Saya berlanjut koas di bagian Kesehatan Masyarakat (IKM). Pada minggu ke-8 stase, lebih tepatnya tanggal 21 April 2015, Saya mendapatkan kabar bahwa Bapak meninggal karena serangan jantung ketika sedang berada di Stockholm (Swedia). Saya merasa sangat kehilangan, terlebih Karena tidak bisa berada di samping Bapak pada detik terakhir Beliau. Sempat terlintas di pikiran untuk cuti pendidikan, tapi Saya urungkan kendati terasa berat.
Saya tahu betul bagaimana Bapak sangat bangga karena Saya bisa menjadi penerusnya, meskipun Beliau tidak pernah menunjukkannya secara langsung. Saya ingin sekali Bapak bisa menyaksikan Saya mengenakan jas snelli. Akan tetapi takdir berkata lain, Bapak tutup usia sebelum Saya sempat melafalkan sumpah dokter. Namun setidaknya Allah sudah mempertemukan saya dengan Bapak di tempat kerjanya. Sebuah sudut di VK RSUD Ulin yang biasanya menjadi tempat Bapak duduk di hadapan laptop dengan secangkir kopi sambil bersenda-gurau dengan temannya, kini tidak ada lagi pemandangan itu. Bapak telah pergi untuk selamanya.
Terima kasih untuk Allah SWT atas karunia-Nya Saya bisa menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih untuk kedua orang tua dan kakak Saya. Terima kasih kepada guru Saya selama proses pendidikan yang selalu ikhlas berbagi ilmu. Terima kasih juga untuk seluruh sejawat Saya yang selalu membantu melewati semua ini.
Semoga Bapak tenang di surga-Nya. Saya berjanji untuk bisa seperti Bapak suatu saat nanti. Amin.
Written by dr. Jefry Albari T.
Edited by dr. Rasdita N .
Edited by dr. Rasdita N .
0 Comments
Posting Komentar