Rumah kayu tua tanpa pagar yang terletak di dalam sebuah gang sempit. Di sebelah rumahnya terhampar rawa yang cukup luas. Saya-pun memparkikan sepeda motor di depan rumah tersebut dan segera mengetuk pintu kayu kecoklatan yang gagangnya penuh akan karat.
“Eh, dek dokter muda,” ucap ibu dari balik pintu itu sambil tersenyum. “Mari masuk.”
Sehari sebelumnya saya sudah bertemu ibu itu di poliklinik Rumah Sakit. Ia datang membawa anak laki-lakinya yang berusia 7 tahun. Rudi, nama anak laki-laki tersebut yang tampak ceria dengan rambut poninya yang menutupi dahi.
Saya kemudian mendampingi supervisor yang melakukan anamnesis dengan ibu pasien.
"Anak saya sepertinya gangguan perkembangan, dok," ujar ibu tersebut yakin.
Ibu itu kemudian bercerita jika anaknya cenderung tidak dapat berfokus dalam berperilaku dan sangat aktif. Rudi sering melakukan sesuatu seperti bermain, belajar, namun hanya sekejap saja sebelum akhirnya beralih melakukan hal lain. Di sekolah-pun ia sering dimarahi gurunya karena sering mengajak temannya berkelahi dan tidak pernah fokus memperhatikan saat jam belajar. Sementara di lingkungan rumahnya sendiri ia lebih senang untuk bermain dengan anak-anak yang lebih tua dibanding usianya.
Singkat cerita setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan, supervisor saya mendiagnosis kalau anak tersebut mengalami gangguan perkembangan, yakni Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
“Oke, ini kasus kamu untuk ujian lusa dengan saya, ya,” timpal supervisor tersebut ke saya. “Nah, sebelumnya kamu lakukan home visit terlebih dahulu ke rumah pasien ini.”
Malam ini saya sudah duduk di dalam rumah pasien tersebut. Ruangan kecil berukuran sekitar 4x5 meter di mana tempat tidur, ruang tamu, dan dapur bergabung menjadi satu tempat.
Rudi nampak asyik bermain game Playstation 2 bersama dengan saudaranya. Sesekali saya mencoba mengajaknya berkomunikasi walaupun ia tidak begitu memperhatikan saya. Rudi sebenarnya anak yang cukup pintar, ia bisa menjawab berbagai pertanyaan mengenai pengetahuan-pengetahuan dasar yang saya tanyakan. Saya sangat bersyukur karena ibu itu menyadari kelainan anaknya dan segera ke dokter, sehingga Rudi bisa mendapatkan tatalaksana yang tepat. Bayangkan seandainya ia tidak diobati, apa yang akan terjadi pada masa depan Rudi.
Setelah melengkapi anamnesis, saya masih menyisakan satu pertanyaan besar di kepala saya. "Ibu, saya ingin bertanya. Ibu awalnya curiga anak ibu ada kecurigaan gangguan perkembangan darimana, ya?”
Kebanyakan orang tua jarang mengetahui bila anaknya mengalami gangguan perkembangan. Terlebih masyarakat dengan tingkat edukasi menengah ke bawah, seringkali menganggap normal saat anaknya mengalami gangguan perkembangan. Tak jarang orang-orang justru lebih sering percaya dengan mitos-mitos tanpa mencari tahu kebenaran dari sisi medis-nya.
“Saya nonton dari acara di TV. Aduh, acara apa ya namanya.” Ibu itu mengernyitkan dahi berusaha mengingat. “Oh, acara dr Oz di Trans TV,” jawabnya yakin.
“Oh, begitu. Baik, bu. Saya izin balik dulu, ya. Terima kasih sudah mengizinkan saya ke sini,” ucap saya sambil melangkahkan kaki ke luar pintu.
Setelah puas mendapatkan jawaban dari ibu tersebut, saya kemudian bergegas pergi guna melengkapi status ujian saya di rumah.
Setelah kejadian hari itu, saya tersadar betapa pentingnya edukasi kesehatan. Mungkin banyak petugas kesehatan yang berpikiran, “Ah, buat apa sih harus promosi kesehatan, buat apa sih menulis artikel kesehatan, buat apa sih bicara kesehatan, apalagi harus meluangkan waktu di luar jam kerja.”
Bayangkan berapa banyak Rudi-Rudi penerus bangsa lainnya yang terselamatkan dengan adanya edukasi kesehatan. Terlebih di era sekarang dimana banyak informasi kesehatan HOAX dan pengobatan alternatif sesat yang iklannya merajalela di mana-mana. Sesungguhnya peran seorang tenaga kesehatan itu bukan hanya saat ia sedang bekerja, namun juga ketika ia berada dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Beberapa minggu berlalu, dan saya berhasil melalui ujian stase tersebut dengan lancar. Tiba-tiba ringtone HP saya berbunyi. Saya lihat dari nama kontaknya: Ibu Rudi.
“Dokter, ini obat anak saya sudah habis. Terus bagaimana lagi, ya?”
“Iya bu, datang kontrol lagi ya ke poli yang kemarin. Saya sudah tidak bertugas di sana lagi. Rudi bagaimana kabarnya, bu?”
“
Alhamdulillah
, sekarang sudah mulai ada perbaikan dok di banding sebelumnya. Terima kasih, ya.”
0 Comments
Posting Komentar