Berdasarkan WHO (World Health Organization), kriteria dokter bintang 5 adalah care provider, decision maker, communicator, community leader dan manager. Seorang dokter, terutama dokter spesialis, harus dapat memenuhi ke-lima poin tersebut sehingga bisa menjadi seorang role model dokter yang baik di lingkungan masyarakat luas. Akan tetapi, dari ke-lima poin yang telah disebutkan tidak ada satupun yang menyatakan secara tersurat mengenai pentingnya memiliki hubungan dalam keluarga yang baik.
Apakah seorang dokter harus berfokus mengejar menjadi seorang five star doctor saja, hingga akhirnya pasangannya terlantar atau bahkan anaknya menjadi tidak terperhatikan? Ironis, karena kenyataannya memang ada beberapa yang seperti itu. Ia berhasil menjadi seorang dokter yang hebat, namun tidak cukup hebat dalam membina keluarga.
Salah satu cara agar bisa memenuhi kedua aspek, baik sisi five star doctor maupun sisi pembinaan keluarga yang baik adalah manajemen waktu dan prioritas. Sudah menjadi rahasia umum jika seorang dokter spesialis akan tersita waktunya lebih banyak di rumah sakit berkutat dengan pasien-pasien dibanding saat di rumah. Dengan segala keterbatasan waktu, maka seharusnya ketika berada di rumah para dokter perlu menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk keluarga.
Jangan sampai karena di era modern yang serba digital ini, seorang dokter justru menggunakan waktu yang sempit saat di rumah hanya untuk sekedar memejamkan mata. Di saat waktu keluarga berkumpul, mereka lebih asyik menikmati layar gadget masing-masing di banding berkomunikasi antar sesama anggota keluarga. Atau parahnya lagi, satu-satunya komunikasi yang terjadi hanyalah sisa-sisa emosi dan kemarahan akibat stress pekerjaan di rumah sakit.
Seperti yang diketahui, fase golden age anak, yang merupakan fase kritis perkembangan dimulai sejak awal lahir hingga usia 5 tahun. Di mana jika seorang anak tidak mendapatkan stimulus yang baik oleh orang tua-nya, maka tumbuh kembang anak menjadi terganggu. Tidak ada obat yang bisa memutar waktu untuk membalikkan usia anak kembali ke golden age¬-nya.
Idealnya, seorang dokter harus sudah memikirkan matang-matang rencananya sejak ia memutuskan untuk berkeluarga. Bagaimanakah kelak ia akan membagi waktunya nanti dengan adil antara keluarga dan pekerjaan. Dalam lingkungan kerja, tentu sudah jelas seorang dokter harus bisa menjadi penyedia pelayanan kesehatan, pengambil keputusan, komunikator yang baik, pemimpin mastarakat, dan pengelola manajemen. Hal tersebut harus sudah dikuasai dengan baik sedini mungkin ketika memulai profesi dokter. Sementara dalam lingkungan keluarga, seorang dokter harus sudah memiliki perencanaan yang detil. Mulai dari persiapan jika pasangannya tengah hamil, atau ketika sudah mulai memiliki anak. Tidak ada aturan khusus untuk dapat membina keluarga, karena pada dasarnya hal tersebut merupakan art dari setiap individu dokter. Hanya saja memang sangat diperlukan persiapan yang mumpuni sebelumnya.
Hubungan keluarga yang baik idealnya memiliki komunikasi yang efektif dan rutin. Seorang dokter harus dapat bekerja sama dengan pasangannya untuk dapat memahami kesibukan pekerjaan dokter dan rencana dalam mengurus anak. Sesibuk-sibuknya seorang dokter, tentu masih memiliki spare waktu yang dapat digunakan untuk hal-hal lainnya. Alangkah baiknya jika menggunakan waktu bebas tersebut untuk bersama keluarga. Atau setidaknya selalu libatkan keluarga dalam berbagai kesempatan yang memungkinkan.
Selain itu juga, salah satu yang penting adalah meminta bantuan dan masukkan ke orang yang lebih berpengalaman dalam mengurus anak, yang tentunya adalah orang tua masing-masing. Jika di saat seorang dokter sibuk bekerja, maka anak dapat dititipkan sementara dengan kakek atau nenek-nya. Hal ini tentunya jauh lebih aman dan efisien ketimbang menitipkan anak di tempat penitipan yang belum diketahui bagaimana metode kepengurusannya. Sebenarnya penitipan anak juga merupakan salah satu solusi jika dokter kesulitan membagi waktu untuk mengurus anak, hanya saja perlu melakukan survey terlebih dahulu dalam memilih tempat penitipan anak, karena akan sangat disayangkan jika tempat tersebut justru membuah seorang anak menjadi trauma dan terganggu perkembangannya.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah, seorang dokter spesialis idealnya tidak hanya menjadi sosok five star doctor, namun juga menjadi sosok pemimpin yang baik dalam keluarga. Jangan sampai seorang dokter terlalu sibuk menyembuhkan orang lain, di saat keluarganya sendiri juga memerlukan untuk ”disembuhkan”. Seperti kata pepatah kesehatan lama, mencegah jauh lebih baik dibanding mengobati. Mencegah hubungan keluarga menjadi renggang jauh lebih baik dibanding mengobati hubungan keluarga yang sudah retak.
0 Comments
Posting Komentar