![]() |
Ilustrasi Musik (sumber: pixabay.com) |
Salah seorang musisi terbaik di muka bumi ini pernah
menulis di halaman depan buku biografinya, bahwa apa yang telah ia capai selama
ini bukanlah semata karena bakat yang diturunkan, melainkan karena usaha dan
kerja kerasnya. Di masa kanak-kanaknya, ketika teman-teman sebayanya tengah asyik
bermain konsol game, ia “dipaksa”
oleh orang tuanya untuk berlatih gitar. Begitu pula seterusnya, kehidupan keras
ia jalani semasa menjadi musisi, mulai dari mengamen, tampil tanpa dibayar,
hingga ditolak berbagai label musik. Musisi tersebut adalah, Ed Sheeran.
Ada satu hal yang cukup unik di salah satu
wawancaranya bersama Jonathan Ross, di mana ia kembali mengungkapkan
kepercayaannya bahwa ia tidak percaya dengan bakat. Ia kemudian memutarkan
salah satu hasil rekaman pertamanya, dan seluruh penonton mendadak tertawa
karena suaranya sangat jelek dan fals.
“Tapi, saya berlatih” ucapnya dengan santai. Hal ini
seolah menjadi penegasan baginya bahwa ia percaya apa yang ia capai sekarang
merupakan hasil kerja keras dan latihan dalam kurun waktu yang lama, bukan
bermodalkan bakat semata.
Sekarang mari kita berbicara bakat musik, namun dari
sudut pandang ilmiah. Beberapa publikasi ada yang menunjukkan bahwa kemampuan
bermusik seperti persepsi dalam musik, memori dan pendengaran musikal, dan
ketepatan nada, ternyata memiliki kaitan dengan bagian penyusun genetik
manusia. Sehingga hal ini tentu dapat diturunkan dari orang tua ke anak-anaknya.
Namun yang perlu diingat, semua penelitian tersebut tetap menggarisbawahi
pentingnya latihan terlepas dari bakat yang ada.
Permasalahannya adalah kita tidak pernah tahu mana
yang ternyata bisa menjadi bakat kita, karena kita hanya akan tahu setelah
mencoba dan berlatih secara rutin. Itulah kenapa sebaiknya kita tidak boleh
berlindung di balik kalimat, “saya tidak berbakat” untuk memfasilitasi
kemalasan kita.
Salah satu ungkapan mengenai latihan yang populer
adalah, perlu waktu berlatih selama 10.000 jam agar kita bisa menjadi seorang
ahli. Ungkapan dipopulerkan oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya Outliers. Ternyata,
belakangan ungkapan tersebut ada sedikit kekeliruan.
Hal ini direvisi langsung oleh Ericsson, seorang
psikolog yang penelitiannya menjadi referensi dalam buku tersebut. Dalam
penelitiannya memang ia menyatakan bahwa rata-rata musisi memerlukan waktu
10.000 jam latihan untuk mencapai performa terbaiknya, namun ada beberapa
musisi yang bisa mencapai skill terbaik mereka dengan jumlah latihan kurang
dari 10.000 jam.
Selain itu, ungkapan tersebut juga meninggalkan satu
kalimat terpenting, yakni latihan yang disengaja. Misalnya seseorang yang telah
bermain gitar selama 10.000 jam, akan tetapi ia hanya bermain secara sembarangan,
tentunya hal tersebut bukan jaminan ia bisa menjadi seorang ahli.
Berbeda dengan seseorang yang telah bermain gitar
selama 10.000 jam, dan ia fokus untuk mencari ilmu-ilmu baru melalui buku,
video, dan sharing dengan mentor,
tentu ia memiliki hasil yang berbeda. Kuncinya adalah fokus pada kualitas
latihan, bukan berfokus pada kuantitasnya.
Kesimpulannya adalah, jika kita ingin mahir dalam
kemampuan musik, mungkin faktor bakat bisa jadi salah satu hal yang berperan.
Akan tetapi yang paling penting adalah latihan secara rutin dan berkualitas.
0 Comments
Posting Komentar