Saya baru tersadar, ternyata selama ini saya mempunyai limiting belief yang sangat menghambat, yakni: "Social media harus sempurna."
Salah satu prinsip saya ketika memposting konten di Instagram, Facebook, dan Youtube adalah: Hanya akan memposting konten kalau dishoot dengan proper menggunakan kamera, lighting yang baik, microphone yang oke, dan editing yang maksimal menggunakan laptop. Pikir saya, "Masa saya posting untuk socmed asal-asalan saja?"
Singkat cerita, sejak 2020 saya iseng-iseng membuat akun tiktok dengan 0 followers. Saat itu saya tertantang karena menonton video @garyvee yang mengatakan cara paling mudah untuk branding di socmed adalah dengan posting video di tiktok setiap hari. Betul, setiap hari secara harfiah. Selain itu saya juga ingin melatih kemampuan public speaking saya di media tsb, karena, toh, tidak ada yang kenal dengan saya di sana.
Berhubung saya tidak punya beban dan hanya menganggap posting di tiktok sebagai latihan bicara, saya membuat konten seadanya saja. Bermodalkan HP, microphone headset yang rusak sebelah, dan sinar dari lampu kamar.
Karena postingan di tiktok membuatnya relatif mudah, saya bisa rutin memposting setiap 2 hari sekali, bahkan di awal-awal selama hampir setahun saya memposting 1 video setiap hari! Saya rutin memposting tanpa peduli berapa jumlah like atau komen, walaupun viewersnya sangat sedikit sekali di awal, ya bodo amat.
Selang bertahun-tahun kemudian, saya melihat ternyata dari semua social media saya yang paling berkembang justru.... tiktok dengan segala ketidaksempurnaannya. Tentu ada faktor algoritma tiktok yang berperan, tetapi di samping itu saya sangat yakin karena saya juga konsisten untuk sharing pengetahuan.
Salah satu value hidup saya adalah: berbagi ilmu yang saya pelajari dan bisa bermanfaat bagi orang banyak. Oleh karena itu, mulai detik ini saya mencoba menghapuskan limiting belief: "Social media harus sempurna."
Saya akan posting saja di semua socmed materi-materi yang saya shoot apa adanya. Kalau saya sedang ada waktu plus inspirasi konten dan kebetulan hanya ada handphone, maka akan saya buat saja dengan handphone walaupun jauh dari kesempurnaan.
Tentu sebagai konsekuensinya socmed saya akan jadi "berisik" karena saya akan lebih sering posting. Oleh karena itu, bagi followers yang tidak nyaman sangat boleh sekali untuk unfollow. Saya pribadi sangat memahami kalau berteman di dunia nyata tidak berarti harus saling follow di socmed.
Untuk materi-materi yang di shoot dengan lebih proper dari segi produksi tentu masih akan saya buat secara rutin. Hanya saja tidak akan sebanyak konten yang saya buat dengan handphone, karena lebih mudah dan cepat untuk membuatnya.
Konten-konten yang saya share sendiri tidak terbatas hanya pada tema kesehatan saja, tetapi juga tema lain seperti musik atau rekomendasi buku dan lainnya. Pada intinya adalah: apa yang menurut saya bisa memberikan informasi dan manfaat ke orang lain, akan saya coba bagikan di semua socmed. Karena sebenarnya, social media (tidak) harus sempurna.
"Perfection is the disguise for insecurity" – GaryVee
0 Comments
Posting Komentar